Nusantara merupakan istilah yang dipakai oleh orang Indonesia untuk menggambarkan seluruh wilayah kepulauan Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Indonesia sendiri, menurut Data Departemen Dalam Negeri pada tahun 2004, memiliki 17504 pulau yang 7870 di antaranya sudah memiliki nama. Dari sekian banyak pulau, hanya sekitar 6000 pulau saja yang berpenghuni.
Istilah Jawa:
Sebenarnya kata Nusantara ini tercatat pertama kali dalam literatur-literatur berbahasa Jawa dengan konsep yang sedikit berbeda. Kitab Negarakertagama mencantumkan kata Nusantara untuk mencakup wilayah-wilayah Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, sebagian kepulauan Maluku, Papua Barat, Malaysia, Singapura, Brunei dan sebagian kecil kepulauan Filipina bagian selatan.
Sedangkan Patih Gajah Mada menyatakan dalam Sumpah Palapa: Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukita palapa, sira Gajah Mada : Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa.
Namun konsep Nusantara yang diutarakan Gajah Mada sedikit berbeda dengan konsep zaman sekarang.
Pada waktu itu, raja yang memerintah diyakini sebagai penjelmaan dewa dan daerah kekuasaannya memancarkan konsep kekuasaan Sang Dewa. Pada saat itu, Negara dibagi menjadi tiga bagian wilayah (dalam hal ini Majapahit sebagai contohnya), yaitu: Negara Agung, Mancanegara dan Nusantara. Negara Agung adalah daerah sekitar ibukota yang berbudaya Jawa. Mancanegara adalah daerah perbatasan yang budayanya masih dengan Jawa. Sedangkan Nusantara adalah daerah-daerah taklukan di luar budaya Jawa yang wajib membayar upeti.
Secara morfologi, kata ini adalah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa Kuna nusa ("pulau") dan antara ("lain").
Di Malaysia:
Istilah "Nusantara" digunakan juga di Malaysia untuk menyebut kawasan kepulauan di antara Asia Tenggara benua (Indocina) dengan Australia, dan mencakup negara-negara Indonesia, Malaysia (termasuk wilayah semenanjung), Singapura, Brunei, Filipina (bagian selatan), Timor Leste, dan - namun tidak selalu - Papua Nugini. Ini berhubungan dengan konsep mereka tentang "Ras Melayu", di mana menurut mereka kawasan kepulauan ini berada di bawah pengaruh satu kebudayaan induk yaitu kebudayaan "Ras Melayu".
Tapi istilah Nusantara yang digunakan oleh Malaysia ini untuk menyebut kawasan Asia Tenggara maritim rasanya kurang tepat. Karena tolok ukur yang dipakai hanya budaya atau bahasa Melayu yang merupakan lingua franca dalam hubungan antarmanusia di kepulauan ini. Hal ini juga berlaku untuk literarur-literatur Eropa (kecuali Belanda) yang berkembang saat ini, yang menyebutnya sebagai Kepulauan Melayu. Karena dalam kenyataannya, Melayu merupakan salah satu kelompok etnis sama seperti Jawa, Sunda, Bali dan lain-lain.
Modern:
Istilah yang lebih tepat ialah yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara dengan nama "Nusantara" untuk menyebut wilayah HindiaBelanda yang tidak memiliki unsur bahasa asing ("India") pada awal abad ke-20. Istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara sebagai nama alternatif untuk negara lanjutan Hindia-Belanda. Karena Belanda, sebagai penjajah, lebih suka menggunakan istilah Indie ("Hindia"), yang menimbulkan banyak kerancuan dengan literatur berbahasa lain. Definisi ini jelas berbeda dari definisi pada abad ke-14. Pada tahap pengusulan ini, istilah itu "bersaing" dengan alternatif lainnya, seperti "Indonesiƫ" (Indonesia) dan "Insulinde". Istilah yang terakhir ini diperkenalkan oleh Eduard Douwes Dekker.Setelah penggunaan nama Indonesia disetujui untuk dipakai untuk ide itu, kata Nusantara dipakai sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia.
Jadilah sekarang orang Indonesia menyebut wilayah kekuasaan negaranya dengan Nusantara.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih untuk komentar terbaik Anda!